Setiap
kali aku membuat cerita sedih, maka mataku akan menangis saat aku
menceritakannya dan juga selalu akan diakhiri dengan senyuman. Inilah
kisahnya......."Pernahkah anda
merasa bahagia ... ?........ Namun seberapa bahagiakah anda ? dengan
kisah kecil ini
anda akan merasakan bahwa kebahagiaan anda adalah anugerah yg tak
terlupakan
hingga akhir hayat anda, bahwa cita - cita anda untuk bahagia itu
mungkin akan terwujud saat
anda telah ” tiada ”...................................
Kuengkol sepeda motor bututku,
Hmm...sepeda motor kesayanganku. Kudapatkan dari hadiah Pak Menteri Penerangan,
atas karya tulisku tentang pembangunan negeri ini, yg sebenarnya tulisan itu
tak sesuai dengan pandangan mata dan hatiku, namun logikaku menyeret aku untuk
berdusta lewat karya kata-kata demi sebuah cita - cita ...Ya, cita-cita
pikirku. Berlahan namun pasti kususuri gang demi gang menuju kantorku.
"SUARA NEGERIKU" papan nama kantorku terpampang jelas dan besar,
seperti hasrat yg terpendam dari cita-cita anak negeri ini. Kusandarkan sepeda
motorku dan dengan lincah kunaiki tangga demi tangga menuju lantai dua.
"Apa cerita untuk besok, Wan.." suara itu datang dari belakangku
menyadarkan lamunanku yg sedang meniti tangga demi tangga. " Belum dapat
ide , Mas...", Jawabku spontan. " Yang menarik ya..... seperti
kemaren.... temenku banyak menanyakan tulisanmu...mudah-mudahan....kita akan
lebih maju lagi tahun ini..", pesan redakturku yg juga sahabatku sambil
meninggalkanku yg hanya mengangguk setuju. Kuambil pena dilaci meja dan mulai
menulis paragraph demi paragraph. Tenggelam aku dalam alam pikiranku. Kata demi
kata terangkai dalam kalimat yang menggugah hati dan tanpa kusadari air mataku
menitik saat tulisan itu hampir rampung...tak tahan.... kuhentikan dan segera
kumasukkan kertas tulisan itu kelaci mejaku. Kulipat tangan dibelakang kepalaku
dan membiarkan pikiranku melayang mengenang peristiwa setahun lalu.... Waktu
itu hujan sangat lebat. Jas hujanku seakan tak kuasa menahan derasnya hujan
dimalam yang gelap itu. "Mati aku ...Hujannya deras banget...!"
teriakku tertahan seakan meyakinkan aku bahwa aku tidak sedang bermimpi.
Mendadak tanganku mengerem dengan kuatnya, "ciiieet..." bunyi ban
sepeda motorku bergesek dengan aspal. Sesosok bocah kedinginan merapatkan
badannya disalah satu ruko dijalan besar itu. kedua tangannya mengikat badannya
erat dan menggigil kedinginan. Kuhentikan sepeda motorku dan kudekati
ia..." Tinggal dimana, Dik ?", tanyaku dengan suara keras untuk
mengalahkan suara deras hujan yg tak kenal kompromi. Tubuh mungilnya seakan
memberi jawaban dibanding mulutnya...kupeluk anak itu dan segera kugendong ia.
Hm.. umurnya baru 5 tahun analisaku seketika itu. Segera kuajak dia menaiki
sepeda motorku dan kuletakkan dia dibelakangku. "Pegang yang erat ya ,
dik...!", kataku keras sambil tangan kiriku menutupi dirinya dengan sisi
belakang jas hujan milikku. Hati - hati sekali aku menyusuri jalan dimalam yang
sangat lebat itu dan akhirnya aku sudah tidak tahan lagi. Kami berhenti di
sebuah warung kecil dipinggir jalan yang mulai banjir itu. Kuturunkan ia ,
"Yuk kita berteduh dulu.....", kataku pada anak yg malang itu. "Bandrek dua,
Buk.....!", sahutku sambil duduk dibangku kayu reot warung itu. Terlihat
ibu warung itu seperti kebingungan memperhatikanku dan berkali kali ia mencuri
pandang padaku , tapi karena kedinginan aku tidak memperdulikan ibu itu dan aku
lebih sibuk berbicara dengan anak yang disampingku." Kamu tinggal dimana ,
dik ? " kembali aku bertanya pada anak itu. "Ngga tahu om, saya
tersesat ...!", suara mungilnya begitu bergetar karena kedinginan.
"Oh....", kataku menganggukkan kepala. Selama hujan lebat itu, aku
lebih banyak berbicara dibanding anak itu. Hingga akhirnya hujan reda. "
Maukah...kamu tinggal denganku ?", tanyaku penuh harap dan hanya dibalas
oleh anggukan dari anak itu dengan senyum. "Kalau begitu panggil aku
....Ayah...!", kataku dengan senyum sumringah. " Ya
....Ayah....!", jawabnya meluncur dari bibirnya yang mungil. Setelah
kubayar minuman bandrek tadi dan segera kami melanjutkan perjalanan ke rumahku.
Sesampai dirumah, Hm....terkunci, segan diriku mengetuk pintu dengan keras untuk
membangunkan istriku, kubalik alas keset kaki rumahku, kuambil kunci yang
sengaja ku selip dibawahnya. Perlahan ku buka pintu dan kududukkan anak itu
dikursi rumahku. "Tunggu sebentar ya.....aku akan mengambilkan handuk
untukmu...!", kataku lembut padanya dan lagi- lagi anak itu membalas
dengan senyumnya, lalu segera aku ke belakang dan..."Sudah pulang ,
Pa...!" Suara yg sangat kukenal tiba-tiba muncul dibelakangku dan
kutolehkan kepala ke belakang reflek, " Maaf sayang ... aku tak mau mengganggu
tidurmu....!", jawabku lembut tapi masih kaku karena masih menyisakan
kaget akibat panggilan tiba - tiba itu. "Ngga apa-apa sayang...!",
kata istriku sambil membuka kemejaku yang basah. "Oh..ya ...tadi dijalan
aku ada membawa seorang anak yg kehujanan.....sekarang didepan
sayang....!", lontarku lagi sambil menarik tangannya untuk mengikutiku ke
ruang tamu. Ahhh....anak itu menghilang.....padahal tadi ada dikursi
itu....kugosok mataku berkali-kali untuk meyakinkan penglihatanku dan kemudian
aku memandangi wajah istriku yang hanya mengkerutkan keningnya menatap padaku.
Kulihat pintu tak terbuka..."Sudahlah mungkin aku tadi ilusi....",
jawabku seakan ingin menutup keheranan dimata istriku. "Aku mandi dulu ya
sayang....!", kataku meninggalkan istriku yang diam seribu bahasa yang
masih tenggelam dalam keheranannya itu. Aneh memang apalagi keesok harinya aku
kembali menjumpai ibu warung yang kusinggahi kemaren malam dan ia mengatakan
bahwa aku kemaren hanya seorang diri dan dia mengatakan keanehan padaku karena
aku kemaren berbicara seorang diri. Pantasan ibu itu melihatku berulang kali
tadi malam pikirku. Merinding campur takut ....dan kini sudah hampir setahun
hal itu terjadi.
Mendadak telpon berdering memecahkan
lamunanku dan mengembalikan aku kedunia nyata dalam seketika...dengan malas
kuraih handphone disakuku, " Nak , istrimu melahirkan..", Jelas suara
diseberang, itu mertuaku," Segera ke klinik 'HARAPAN IBU' ya....kami sudah
bawa Wati kesana..", lanjutnya. "Iya bu...!" jawabku singkat..."Waduh
istriku, mengapa tak kau kabari aku...!", Desahku bergegas menuruni tangga
demi tangga dengan tergesa-gesa.
Akhirnya sampai juga dan segera aku
ke kamar bersalin kebetulan dulu aku pernah ke tempat itu dan lagi pula
kamarnya jadi satu kesemuanya. Kulihat istriku masih terbaring lemas....dan
bayi mungil kemerahan disampingnya. Tiba-tiba mertuaku muncul dari pintu dan
langsung menghampiri istriku. " Mas...Sukmawan mana, pa ?", tanya
istriku. Tertegun sejenak aku....karena sedari tadi aku berada dihadapannya.
"Sabar..nak...Suamimu mungkin tidak bisa datang...",jawab mertuaku
begitu parau dan penuh kesedihan yang begitu mendalam." Suamimu telah
tiada nak....ketika menuju kemari dia mengalami kecelakaan...!", lanjut
mertuaku tak kuasa menahan airmatanya lagi. Bagai disambar petir istriku
pingsan seketika dan aku hanya bisa tertegun dan air mataku menetes
ternyata.....aku telah tiada.....dan kini yang dihadapannya hanya rohku
semata....................
Lima tahun berlalu, Kantor surat kabar tempatku
bekerja dulu akhirnya mendapat perintah untuk ditutup. Tekanan demi tekanan
menghantam surat
kabar itu. Oplahnya menurun drastis. Redakturnya seorang yang idealis, makanya
ia dan surat
kabarnya tergerus oleh kepentingan-kepentingan politik dan pemerintahan,
akhirnya izinnya dicabut. Besok adalah hari terakhir penerbitannya. Semua
barang-barang kantor sudah diangkut dan dijual murah ke rumah lelang. Saat
itulah laci mejaku yg terkunci selama 5 tahun itu akhirnya dibongkar oleh
sahabatku yang juga redaktur koran itu. Beberapa lembar tulisan tanganku
dibacanya...ya itu tulisanku 5 tahun yang lalu saat terakhir aku duduk dimeja
itu. Tidak seorangpun berani duduk disitu sejak peristiwa itu. Telpon dari
mertuaku yang mengatakan bahwa istriku telah melahirkan, yg membuat aku
beranjak dari meja itu saat lima
tahun yang lalu. Akhirnya aku meninggalkan dunia saat diperjalanan menuju
tempat bersalin istriku, aku mengalami kecelakaan hebat yang mengakibatkan
nyawaku melayang seketika itu. Nasipku memang malang saat itu.
Waktu berlalu sedemikian cepatnya. Anakku
telah menjadi bocah yang lucu dan pintar sekali. Aku kini hanyalah kenangan
bagi istriku dan anakku, namun tanpa mereka sadari aku masih berada disisi
mereka. Hmmmm....mungkin tepatnya aku hanyalah roh yang penasaran atau mungkin
Tuhan memberiku kesempatan untuk melihat keluargaku."Ibu ...dimana
ayah...?", bibir mungil itu menanyakan tentang ayahnya pada ibunya.
Ya...ibunya itu adalah Wati, istriku tercinta. Derai airmatanya runtuh seketika
dan dipeluknya anak kesayangannya itu."Ayahmu telah tiada...nak....Ayahmu
berada disurga, anakku",suara lembut membisikkan ketelinga anak semata
wayangnya. Aku hanya bisa menatap dari kejauhan dan tak mampu lagi untuk
berkata-kata. Anakku tidak menerima hal itu begitu saja, hingga suatu hari
manakala ibunya pergi bekerja ,ia hanya dengan pembantu dirumahku. Ia keluar
rumah dan pergi menyusuri jalan raya...mungkin ia pernah mendengar bahwa diriku
dulu meninggal akibat kecelakaan dijalan raya makanya ia mencari jejak tentang
aku. Tentang ayahnya yang tak pernah ia temui..........
Telpon Berdering dari Handphone
istriku. " ini Wati...istri sukmawan ya..?" tanya orang dari seberang
HP istriku. " Benar, Pak.... ada apa ya ?", tanya Wati, istriku.
"Bisa saya bertemu dengan Anda ?" tanya penelpon dari seberang,
" Boleh pak, saya di Rumah Sakit 'Citra Bunda' ... anak saya sedang sakit
!", jawab Wati,istriku mengiyakan ajakan itu. "Baiklah saya akan
kesana sekarang...!", kata pria diseberang telpon. Pria itu sahabatku
redaktur koran tempatku dulu bekerja, Susanto namanya. Tak lama muncul seorang
pria didampingi seorang perawat keruangan anakku di rumah sakit itu. "
Nama saya Susanto....anda Wati, istri Sukmawan ?",tanyanya membuka
pembicaraan dengan istriku. " Ya saya Wati, Ada apa ya, pak ?",Tanya istriku. "
Ini ...bacalah dulu...!" kata Susanto sambil menjulurkan beberapa lembar
kertas HVS bertuliskan tinta hitam. Istriku membacanya dengan seksama dan...
tak tahan istriku kembali berurai air mata...."Ini tulisan Suamiku...pak
?" suara Wati, istriku terbata-bata. Susanto hanya mengangguk..."Boleh
saya menerbitkan tulisan ini untuk mengenang Suamimu ? ini adalah tulisan
terakhirnya sebelum peristiwa itu....!", katanya lembut namun jelas penuh
harap. "Hari ini... hari terakhir koran kami diterbitkan ...mulai besok
kami sudah tidak menerbitkan lagi...saya akan pindah ke kota
lain...kota ini
sudah tidak menjanjikan lagi...!", suara Susanto tercekat seakan memiliki
beban yang amat berat. " Sebentar Pak....saya akan meneruskan tulisan
suami saya sedikit lagi...karena sepertinya tulisan ini harus diakhiri...supaya
Ia tenang di alam sana
!", Permintaan Wati, istriku yang langsung dibalas anggukan oleh Susanto.
Istriku menulis dibelakang lembaran kertas itu. walaupun lancar namun lama juga
istriku menulis di meja kecil disudut tempat tidur anakku. Setelah Selesai
diserahkannya pada Susanto, " Mohon diterbitkan tulisan ini , Pak
"..." dan saya akan membayar semua penerbitannya besok .... tolong
korannya di sebarkan secara gratis ke seluruh kota....!" pinta istriku meyakinkan
Susanto. " Terimakasih Wati....saya akan memegang amanah ini...karena
beliau juga sahabat sejatiku...!", katanya sambil memasukkan kertas itu
langsung ke dalam tasnya. " Saya Mohon diri dulu....!", Kata Susanto
sambil berjabat tangan dengan istriku dan kemudian ia meninggalkan istriku yang
masih berdiri terpaku di depan pintu.
Pagi itu begitu mendung, Susanto
beserta anak buahnya keliling menyebarkan koran gratis pada masyarakat di
jalanan. Itu wujud solidaritas mereka dengan Surat kabar yang akan tutup hari
ini, dan koran ini adalah koran terakhir yang diterbitkan "Suara
Negeriku". Tahukah anda apa yang ditulis oleh Sukmawan dan istrinya ?
Mungkin waktu tak pernah akur dengan hidupku
Mungkin kebahagianku tak sebahagia mereka yg ada di surga….
Namun daku sangat berbahagia hidup denganmu…..
Engkau telah menjadi cinta sejatiku….
Tiada keluh dan kesah yg meluncur dari bibirmu
Selain kata – kata indah yg menyejukkan hatiku
Bila waktu menjemput diriku…….
Sudikah engkau menyisakan ruang dihatimu
Untuk daku tinggal dipusara hatimu…..
Berilah nama anakku seperti pesanku
Ridwan….nama yang kuberikan padanya
Anak buah cinta kita
Yg lama kita nantikan
Hingga diujung waktu
Menjelang maut menjemputku……..
Jagalah anak kita dengan seluruh cintamu
Berikanlah kecupanku disaat pagi membangunkannya
Berikanlah senyumku disaat ia menangis sendu
Berikanlah pelukanku disaat ia merindukanku
Sayangku gantikan aku…….
Sebagai tanda cintaku………
Sampai suatu saat…………..
Kita akan kembali bersatu …..
Di surga abadi
yang takkan memisahkan kita lagi……….
sumber : http://ceritamimpiku.yolasite.com/cerpen-indah/cinta-ayah-yg-abadi
0 komentar:
Posting Komentar